PASURUAN, PAGITERKINI.COM – Drama tuntutan penutupan Warkop dan Karaoke Gempol9 oleh Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR-RI) bikin gaduh jagat Pasuruan. Tapi, benarkah ini soal moral? Atau cuma urusan hati yang tersakiti?
Menanggapi polemik tersebut, Ketua Umum LSM Gerakan Pemuda Pemudi Peduli Hukum (GP3H), Anjar Supriyanto, SH, melontarkan kritik keras dan menyebut langkah LMR-RI sebagai reaktif, emosional, dan berpotensi mencederai sistem hukum yang sah.
“Fakta yang harus diluruskan, Gempol9 adalah kawasan ruko legal yang menggelar usaha warkop karaoke. Selama tidak melanggar izin dan norma kesusilaan, semua pihak wajib menilai objektif,” jelas Anjar. Selasa (8/7/25)
Anjar juga mengungkap, bahwa tuntutan penutupan oleh LMR-RI dipicu oleh keributan internal yang melibatkan salah satu anggotanya sendiri di lokasi. Alih-alih introspeksi, LMR-RI malah meledak-ledak dan menuntut penutupan tempat.
“Kalau ada anggota berkelahi, lalu semua tempat harus ditutup? Ini bukan solusi, ini pelampiasan,” sindirnya tajam.
Anjar mengingatkan, bahwa tidak ada ormas yang punya kewenangan menutup tempat usaha secara sepihak, apalagi dengan dalih moralitas yang penuh tanda tanya.
“Tindakan itu bukan saja overacting, tapi juga merusak tatanan hukum. Ada Satpol PP, Dinas Perizinan, dan Kepolisian yang berwenang menilai, bukan LMR-RI yang lagi baper,” tukasnya.
Dukungan juga datang dari DPRD Kabupaten Pasuruan, yang membatalkan audiensi dengan LMR-RI karena dinilai tidak memenuhi syarat legal dan administratif.
“Langkah DPRD itu justru bentuk keberanian menjaga objektivitas. Jangan sampai lembaga resmi tunduk pada tekanan emosional yang dikemas dalam ‘moralitas instan’,” ucap Anjar.
Menurut GP3H, jika memang ada pelanggaran di Gempol9, maka sebaiknya dilaporkan ke instansi resmi, bukan dijadikan alat manuver kelompok yang terlibat langsung dalam konflik.
“Kita dukung ketertiban, tapi harus lewat mekanisme hukum, bukan manuver baper. Jangan bungkus kepentingan pribadi pakai amplop moral,” tegas Anjar.
LSM GP3H, menyerukan agar semua pihak tetap waras, berakal sehat, dan tidak main hakim sendiri. Ia juga mengingatkan LMR-RI agar tidak menjadikan konflik internal sebagai tontonan publik.
“Silakan selesaikan masalah rumah tangga internalnya dulu, jangan dijadikan tontonan nasional. Bikin gaduh kok bangga,” tutupnya.
(mal/pii/red)












Tinggalkan Balasan