PASURUAN, PAGITERKINI.COM – Derasnya tudingan terhadap Ruko Gempol9 sebagai pusat kemaksiatan dinilai sudah melampaui batas kewajaran. Lokasi yang berada di wilayah Kabupaten Pasuruan tersebut kini disorot seolah menjadi simbol kehancuran moral masyarakat, bahkan dijuluki oleh sebagian pihak sebagai “neraka kedua”.
Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum asal Sukorejo yang berkantor di Lawang, Kabupaten Malang, Yoga Septian Widodo, S.H., memberikan tanggapan kritis. Advokat muda yang dikenal aktif memberikan bantuan hukum pro bono ini menyatakan, bahwa opini publik terhadap Ruko Gempol9 sudah tidak proporsional dan tidak didasarkan pada fakta aktual.
“Tuduhan bahwa Gempol9 merupakan tempat prostitusi merupakan isu lama yang telah ditangani oleh aparat kepolisian,” jelas Yoga, Jumat (25/07). “Terkait minuman keras, berdasarkan hasil analisis saya, tidak ditemukan adanya penyediaan miras di lokasi. Minuman tersebut membeli secara pribadi oleh pengunjung dari luar.”
Ia menegaskan, berdasarkan penelusuran terakhir, tidak terdapat aktivitas prostitusi di lokasi tersebut. Yoga pun mengajak masyarakat untuk melihat permasalahan secara objektif dan berdasarkan kondisi terkini.
“Kita harus menilai berdasarkan fakta saat ini, bukan berdasarkan kejadian masa lalu yang sudah tidak relevan,” tegasnya.
Selain itu, Yoga juga menyoroti perlunya pemahaman yang jelas antara keberadaan tempat hiburan legal seperti kafe dan karaoke, dengan praktik prostitusi yang dilarang secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Peraturan Daerah (Perda).
Ironisnya, menurut Yoga, praktik prostitusi justru masih marak terjadi di beberapa kawasan lain di Kabupaten Pasuruan, seperti Tretes dan Tangkis Gempol, yang selama ini dikenal sebagai pusat hiburan malam.
“Mengapa kawasan Tretes dan Tangkis terkesan dibiarkan? Apakah pemerintah daerah tidak mampu membedakan antara tempat hiburan yang legal dan praktik prostitusi terselubung?” ujarnya retoris.
Yoga menambahkan, kawasan Tretes bahkan telah lama dikenal sebagai pusat aktivitas seks komersial yang dilakukan secara terbuka. Ia menyayangkan sikap diam para pemangku kebijakan dan tokoh masyarakat yang biasanya gencar menyuarakan isu moral.
“Tretes dan Tangkis merupakan bagian dari Kabupaten Pasuruan. Namun, mengapa justru tidak mendapatkan perhatian yang sama? Apakah penegakan hukum hanya berlaku bagi mereka yang tidak memiliki akses atau koneksi?” ungkapnya.
Yoga menyampaikan, kritik tajam terhadap praktik dugaan tebang pilih dalam penegakan hukum, serta mendesak pemerintah untuk tidak bersikap hipokrit.
“Jika pola ini terus berlanjut, maka yang dijaga bukan moral masyarakat, melainkan kepentingan kelompok tertentu,” pungkasnya.
(Mal/kuh)















Tinggalkan Balasan