PASURUAN, PAGIYERKINI.COM – Skandal memalukan kembali mencoreng institusi pelayanan publik. Seorang siswi SMK yang tengah menjalani Praktik Sistem Ganda (PSG) diduga menjadi korban pelecehan saat berada di kamar mandi Kantor Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan. Yang lebih memprihatinkan, terduga pelaku berinisial ALW, staf kecamatan yang sedang menunggu pelantikan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Peristiwa tak senonoh ini terjadi sekitar sebulan lalu, namun baru dimediasi secara internal pada 30 Juni 2025. Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari berbagai sumber, korban tengah berada di kamar mandi dan tiba-tiba melihat tangan mencurigakan muncul dari lubang atap memegang ponsel yang diarahkan ke tubuhnya. Korban spontan menjerit histeris hingga mengguncang suasana kantor.
Akibat kejadian tersebut, korban yang masih di bawah umur mengalami trauma berat dan langsung menghentikan program PSG-nya. Namun sayangnya, hingga kini, pelaku belum dijatuhi sanksi apa pun. Reputasi ALW sebagai calon abdi negara pun hancur, namun keberadaannya di lingkungan kantor tetap dibiarkan.
“Gayanya saja seperti pejabat, kelakuannya tak pantas ditiru,” kecam warga yang tak jauh dari kantor Kecamatan Wonorejo, Senin (7/7/2025).
Hasil penelusuran, warga mengungkap bahwa lubang di atap kamar mandi tempat kejadian perkara sudah lama rusak dan tak kunjung diperbaiki. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan aksi tak bermoral. Kelalaian pihak kecamatan dalam merawat fasilitas umum yang krusial ini menuai kritik keras dari publik.
“Lubangnya sudah lama ada. Harusnya ditutup, bukan dibiarkan. Ini tanggung jawab kecamatan,” tegasnya.
Mirisnya lagi, alih-alih membawa kasus ini ke ranah hukum, pihak kecamatan justru memilih menyelesaikannya secara internal melalui mediasi. Hasilnya pun tidak transparan, menimbulkan kecurigaan adanya upaya menutupi kasus demi menjaga citra kelembagaan.
Padahal, unsur hukum dalam kasus ini sangat jelas, pelecehan terhadap anak di bawah umur, pelanggaran hak atas privasi, dan potensi pelanggaran terhadap norma kesusilaan yang diatur dalam perundang-undangan nasional.
Sementara itu, PLH Camat Wonorejo, Wijaya, saat dimintai tanggapan justru mengaku tak tahu banyak.
“Itu kejadian sebelum saya menjabat, waktu itu ditangani oleh Pak Sekcam yang kini sudah pensiun,” ujarnya singkat.
Pernyataan itu hanya menambah rasa frustrasi masyarakat yang menuntut kejelasan dan keadilan. Jika pelaku yang diduga sudah melanggar norma etik dan hukum tetap dibiarkan, publik khawatir kasus serupa akan terulang, bahkan bisa lebih buruk.
Pertanyaannya?, apakah lingkungan pemerintah kita sudah menjadi tempat tak aman bagi anak-anak dan perempuan? Dan apakah institusi akan terus diam demi menyelamatkan nama baik, alih-alih berpihak pada korban?
(mal/die/kuh)















Tinggalkan Balasan