PASURUAN, PAGITERKINI.COM — Aparat penegak hukum di Kabupaten Pasuruan kembali menjadi sorotan tajam. Forum Transparansi (Fortrans) bersama sejumlah aktivis antikorupsi mendesak Polres Pasuruan segera mengambil tindakan konkret terhadap berbagai dugaan pelanggaran hukum yang selama ini nyaris tak tersentuh.
Dalam audiensi yang digelar Rabu, 25 Juni 2025 di Mapolres Pasuruan, Koordinator Fortrans Pasuruan Timur, Ismail Makky, menyampaikan kecaman keras atas lemahnya penindakan terhadap 81 titik pertambangan ilegal yang masih aktif, meski regulasi sudah jelas melarang aktivitas di kawasan resapan air.
“Sudah ada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 11 Tahun 2024. Tapi faktanya, hingga hari ini 57 perusahaan tambang masih beroperasi secara ilegal. Lingkungan hancur, banjir makin parah, tapi aparat seolah mandul,” tegas Makky.
Tak hanya sektor tambang, Fortrans juga menyingkap potensi korupsi dana desa senilai hampir Rp 20 miliar yang belum disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan, meski dana sebesar Rp 35 miliar sudah dikucurkan ke 341 desa sejak 2022.
“Uangnya sudah ada, tapi banyak desa belum setor iuran jaminan sosial. Ini bentuk kelalaian struktural dan potensi penyelewengan anggaran. Sayangnya, inspektorat dan APIP seperti mati suri, padahal ini pintu masuk bagi penegakan hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Lujeng Sudarto, Koordinator Aktivis Pasuruan Barat, menyoroti rendahnya progres penindakan tambang ilegal. Dalam lima tahun terakhir, hanya satu kasus yang naik ke pengadilan, tambang di TKD Bulusari, Gempol.
“81 titik tambang ilegal kami catat, tapi nyaris tidak disentuh hukum. Ini skandal terbuka. Kami menagih nyali Kapolres yang baru, berani atau tidak membongkar mafia tambang ini?” tantangnya.
Lujeng juga mengungkap, pembiaran atas kerugian negara di pengelolaan Plaza Bangil oleh Disperindag.
“BPK mencatat kerugian sekitar Rp 22 miliar dari tunggakan sewa bertahun-tahun. Tapi tidak ada satu pun yang diproses hukum. Ini sistem yang sakit,” ucapnya.
Menanggapi desakan itu, Kapolres Pasuruan AKBP Jazuli Dani Iriawan menegaskan, komitmen untuk bertindak profesional.
“Soal tata ruang memang wewenang pemda. Tapi kalau ada unsur pidana, kami akan proses. Kalau sudah masuk penyidikan, tidak ada kompromi,” tegasnya.
Ia juga membantah isu adanya MoU antara Polres dan Pemkab. “Tidak ada kesepakatan semacam itu. Kami bekerja sesuai hukum, termasuk dalam penghitungan kerugian negara untuk menentukan pasal,” tandasnya.
Kapolres mengajak publik ikut mengawasi proses penegakan hukum. “Kami terbuka terhadap kritik. Pers dan masyarakat bisa jadi mitra pengawasan. Tapi mari kita bicara dengan data,” pungkasnya.
(ml/di/kuh)
Tinggalkan Balasan